Senin, 14 November 2016

Cerpen Malam 29 di Akhir Bulan Ramadhan

Malam 29 Di Akhir Bulan Ramadhan

Judul Cerpen Malam 29 Di Akhir Bulan Ramadhan
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Islami
Lolos moderasi pada: 13 November 2016
Indahnya fajar shodiq yang selalu memberikan kecerahan di setiap subuhku, mentari pagi pun tak mau kalah dengan sang fajar, dia mulai menunjukkan kehangatan pagi dengan sinarnya
Pagi itu, tanggal 28 di akhir bulan januari, tiba-tiba terlintas di benakku, tentang seseorang yang telah pergi dan menetap pada hati yang lain, “batin ini sulit sekali untuk melupakanya,” celotehku.
“cinta adalah cahaya hidupku, cinta adalah kekuatan batin untukku hidup, tanpa cinta seolah-olah hidup ini hambar, seperti pohon yang kering dan menunggu kematian tiba, sekejam itu kah kau, selama 2 tahun aku menunngu dengan sejuta harapan tentang kita, namun terabaikan begitu saja, kau pergi dan mendekat dengan orang lain, dan malam 29 di akhir bulan Romadhon kau pisahkan tali kedekatan kita, diam dan pergi menjauh”
Kisahku semua itu berawal dari sebuah jejaring sosial sebut saja facebook, pertemuanku dengan dia, pertemuan yang hanya sebuah khayalan, pertemuan yang hanya dalam dunia maya dan kukira tak kan pernah terjadi dalam dunia nyataku. Pagi itu (minggu, 24 februari 2014) ku mulai mengenalnya sekedar chatting atau saling sapa dalam dunia maya, namun entah kenapa, dan untuk apa, aku sendiri tak pernah mengerti akan jalan fikiranku mengapa harus kuberikan nomor hpku mengapa harus kuberitahukan apa yang menjadi cerita dalam hidupku. Tak apalah bagiku mungkin ini sudah tersuratkan oleh Tuhan untukku singgah dalam hidupnya dan menjadi bagian dari hidupnya.
Pagi itu terasa seperti sebuah hantaman bagiku, terasa gelisah dan membuatku kebingungan. Ya dia hari ini akan kembali ke penjara suci untuk menuntut ilmu, tiga bulan lamanya aku mengenalnya dan berbagi pengalaman dan kebahagiaan, dia pun juga sering memujiku dengan kata-kata indahnya, mengajariku tentang arti sebuah kehidupan, katanya “hidup itu adalah sebuah pilihan, memilih aku sebagai imammu kelak (les)” candanya “Hahahahah, aku tertawa ketika mendengarnya,” dalam teleponku.
Dia adalah seorang santri, bahkan teman-teman dan orang disekitarnya pun menyebutnya dengan panggilan gus, ya Allah semoga dia tak sombong dengan panggilan itu “gunamku dalam hati”, entah mengapa dan sebab apa dia memilihku dan sudi mengenalku selama ini, bahkan kami pun mempunyai hubungan yang khusus sebut saja sahabat batin. Inikah cinta?, fikirku.
“gret… gret… gret..” bunyi handponeku ketika terdapat sebuah pesan.
“assalamu’alaikum mar’a, apa kabar hari ini, oh ya hari ini aku akan kembali ke pesantren, jaga baik-baik dirimu ya, jaga hatimu juga.”
Deg, terasa diri ini terjatuhan gunung yang amat besar, terasa keramaian di sekitarku pun seketika senyap saat aku membaca sms dari dia, tak mampu rasanya membalasnya, hanya kegelisahan yang ada, terasa berat ketika harus membalas smsnya. Kuraih handponeku dan bersegera membalasnya.
“wa’alaikum salam, iya les, jaga dirimu baik-baik ya disana, ma’annajjah, jaga juga hatimu, jaga hatimu untukku, hehhe” aku pun tersenyum ketika mengetiknya.
Dia akan meninggalkanku selama 6 bulan ini, tak akan seperti hari biasanya yang setiap saat dia selalu mengirimkan pesan sekedar menanyakan kabarku, menelvonku sekedar ingin melepas kerinduannya, oh Tuhan.. bagaimana dengan hati ini, bagaimana aku bisa menjalani hidupku tanpa dia. Dan apakah aku ini dapat terus sabar menunggunya? Entahlah biar waktu yang akan menjawabnya.
Sya’ban bulan yang selalu berada dalam hayalanku, bulan dimana dia akan hadir kembali untuk mengisi hari-hariku. Malam itu tak seperti biasanya, tiba-tiba terasa gelisah, bingung, dan hampa hati ini. ‘apa yang akan terjadi?’ fikirku, tiba-tiba ingin rasanya aku mengirimkan pesan untuknya sekedar ingin tau apa dia sudah pulang?, biarlah meski dia belum pulang aku akan tetap mengirimkan pesan ini, aku sudah terlalu rindu.
Kuraih handponeku yang sedari tadi menunggu di atas meja belajarku, di atas tumpukan diary tempat kumengadu ketika aku rindu, ketika aku ini sangat rindu, dan ketika hati ini tak tertahankan oleh sebuah kerinduan.
Sya’ban bulan yang indah, sya’ban bulan yang penuh dengan kebahagiaan dan kebaikan, seperti memohon pada sya’ban semoga sya’ban memberikan kado terindah untukku memberikan kesejukan batin untukku. Malaikat kecilku akan segera berlibur, apa kabarnya, apa dia sehat-sehat saja, apa dia baik, semoga dia selalu dalam lindungan Allah.
Pulangan telah tiba, tepat pada 20 sya’ban para santri telah diizinkan untuk kembali ke kampong halamannya, seperti sebuah kebiasaan sehari sebelum dia pulang, dia sempatkan untuk meneleponku. “Ya Allah Ya Rohman Ya Rohim, Ya malik ..” suara nada dering handphoneku yang sedari tadi berbunyi. Seketika badan ini bangkit dari tempat tidur, walau badan yang pegal sulit diajak untuk kompromi, namun firasat ini sudah mulai menumbuhkan kabahagiaan, “hallo.. Assalamu’alaikum,” terdengar suara laki-laki yang sepertinya batin ini mengenalinya “wa’alaikum salam” jawabku lemas, “apa kabar mar’a?, saya huddan, besok saya akan pulang ke rumah, untuk libuaran” ucapnya.
Mendengar suaranya saja membuat batin ini tenang, sebentar lagi dia akan berlibur dan akan ada sosok malaikat hati yang menemani hari-hariku, mengindahkan hari-hariku “duh senangnya batin ini” gunamku dalam hati.
Angin senja menerpa pepohonan. Menciptakan bunyi gesekan-gesekan dedaunan. membawa hawa sejuk senja itu, batinku juga terasa sejuk, seperti biasa senja yang dulu ada kini hadir lagi, menunggu selama 6 bulan yang lalu, citraannya tetap sama, tutur bahasanya selalu mululuhkan batin ini, namun entah mengapa tiba-tiba ada yang menganjal ketika tak sengaja senja menorekan luka.
Gret gret gret “assalamu’alaikum, mar’a tolong telepon saya” sms dari dia.
Pesan singkat yang membuat batin ini deg degan, “ada apa ya? Mengapa beliau menyuruhku meneleponnya?” fikirku. Seketika tangan ini bergetar dan mulai menelepnonya.
“Jangan engkau menangis bila engkau teriris..
Jangan engkau merintih bila engkau tertindih…
Jangan engkau meronta bila engkau menderita…
Jangan engkau mengeluh bila engkau terjatuh…
Jadilah engkau karang yang tahan dihempas badai
dan ombak lautan …”
Tak ada batin yang tak rapuh, ketika sebuah harapan terhempas begitu saja, tersapu bersih seperti ada sebuah angin yang tanpa haluan menerpa sampah-sampah dan membawa nya pergi tanpa arah, Tuhan maha adil, Tuhan mengerti apa yang terbaik untuk hambanya, Tuhan akan memberikan kemudahan bagi setiap hambanya yang taat.
“Suara perempuan itu, suara siapa?” batinku, dalam telepon terdengar suara perempuan yang tak pernah kukenal sebelumnya, siapa dia? Mungkinkah ibunya, atau adiknya… oh tidak, suaranya seperti suara sang remaja yang sedang terluka, kasar sekali dia, sampai-sampai tak mengucapkan salam pada pembuka panggilan, yang ada hanya ocehan-ocehan luka yang ia lontarkan padaku, seingatku, yang masih terngiang dalam fikiranku “jauhi Huddan, dia sekarang sudah sah menjadi milikku, jika kau perempuan yang mempunyai hati, renungkan dan fikirkan” brak. handphoneku seketika terjatuh.
Jantungku mendadak berdetak hebat bukan main. Sekujur tubuhku bergetar dahsyat. Batin ini terasa sakit, air mataku seolah-olah tak ingin berhenti menetes, seperti mata perempuan china, sipit matanya. Ya, mataku membengkak karena hampir setelah mendengar celotehan perempuan itu tak henti-hentinya air mata ini menetes.
Aku menunggu, menunggu selama 6 bulan lamanya, demi sebuah kesetiaan dan kebahagiaan, kutitipkan harapanku pada setiap sujud dan do’a ku. Harapku kelak kaulah imam dan bapak dari putra putriku, kaulah sebaik-baik teman di dunia, kaualah yang memintaku menemani dan bersanding denganmu di surga kelak.
Seminggu berlalu, tak ada satu pun pesan tertulis dan suara darinya untukku, seperti menghilang ditelan bumi, “apa kabarnya, apa dia baik-baik saja, apa makannya teratur, apa tidurnya nyenyak, apa dia selalu merasa bahagia” batin ini selalu bergunam.
Sebulan lamanya berlalu, batin ini masih tetap sama, aku merasa akulah kekasihnya, jika ada yang lain mungkin itu hanya selir yang hanya singgah sementara dalam batinya. Dia akan tetap menempatkan aku dalam batinnya, dalam sujudku selalu terdapat do’a sertakan nama huddan.
Ramadhan pun tlah tiba, kebahagiaan Ramadhan telah sirnakan kegelisahan ini, kebahagiaan Ramadhan seolah-olah obat untuk batin yang kotor ini. “Ya Robb, Tsabbit Qolby ‘ala dinnik” setiap malam, tepat jam 3 malam seakan-akan mata ini tak ingin memejam lagi, mungkin sudah terbiasa atau karena seringnya dia mengajariku untuk bagun dan mendekatkan diri kepada Tuhanku.
Seiring berlalunya hari, Ramadhan yang kujalani di sebuah asrama, asrama yang kutempati mewajibkan santrinya untuk tinggal selama 15 hari, mengaji, sholat berjama’ah, berbuka bersama, sahur bersama itulah kebiasaan yang kujalani selama Ramadhan, namun entah mengapa, wanita memang tak dapat bangkit ketika sekali terjatuh, ku ingin tertawa namun tawa ini mengeluarkan air, tawa ini bernilai kesedihan
Sahabatku, dia adalah teman sekasurku yang setiap malam mendengar rintihan dan suara merdu tanggisanku, terkadang dia meledekku namun tak pernah kuhiraukan. Karena kesakitan yang kualami ini, hampir selama sebulan namun tak ada kejelasan dari kekasihku itu, aku ini, mengapa nasibku seperti ini.. menapa nasibku tak seindah sebuah kisah drama korea yang selalu berakhir bahagia. Teringat suatu malam, malam sepuluh di bulan Romadhon.
“kekasihmu hanya merantau sebentar mencarikan kebahagiaan untukmu,
Jangan menagis, air matamu terlalu berharga untuk menangisi hal seperti ini.
Kau adalah hebat, kau sanggup setia dalam keabstrakan hubungan yang kau jalani, Kau mampu tumbuhkan kepercayaan yang luar biasa, berhentilah menangis, berdo’alah kepada Yang Maha Penyayang, semoga kesedihanmu saat ini terbalaskan kebahagiaan yang luar biasa nanti.” celoteh temanku
Malam dua puluh sembilah akhir bulan Ramadhan, kau memutuskan untuk tidak lagi mencintaiku dalam diam, namun pergi menjauh. Dan sesungguhnya hati bila mana sudah merenggang rasa cintanya, tak ubahnya seperti kaca, pecahnya tidak dapat ditambal lagi.
Dalam diam ku menjalani hidup ini, dalam diam batinku terasa sunyi, dalam diam aku telah kehilangan separuh jiwaku, kujalani hidup seperti biasanya, tinggal di sebuah asrama yang penuh dengan peraturan, namun di dalamnya ada sebuah kebahagiaan dan ketenangan serta kenyamanan. Dalam asrama aku dapat hidup damai belajar dengan nyaman, belajar, berdo’a mengaji serta berjama’ah secara teratur, hidupku telah kembali teratur.
Bagaimana aku dapat melupakanmu, jika cinta adalah perasaan, perasaan yang datang dari Allah, bagaiamana aku dapat memungkiri jika dalam batinku hanya terdapat namamu, nama yang selalu menghantui dan menetap dalam relung batin ini.
Lebaran pun telah tiba, rasa senang ini, rasa bahagia semua muslim di dunia pun juga merasakannya, ketika sang raya “hari raya, idul fitri telah tiba, banyak kue, baju baru, kumpul dengan keluarga, semua itu seakan adat setiap lebaran tiba.
Pagi itu, tiba-tiba bapak memanggilku, “mar’a” suara beliau lirih
“dalem bapak,” jawab ku halus, dalam keluargaku, semua putra putrid nya di haruskan bisa berbahasa jawa.
Deg, sejenak aku terdiam, di depanku terdapat sosok pria yang terlihat bersih dan bersahaja, “siapa dia” batinku,
“sini nak” suara bapak tiba-tiba membuyarkan lamunanku, seketika tubuh ini ringan dan tak punya daya, “ada apa ini, tiba-tiba jantungku berdetak kencang, aliran darah ini seakan-akan mengalir dengan derasnya.
“Kenalkan nak, ini mas subhan, dia seorang dokter hewan yang tugas di desa kita ini” duh, aku seperti tak ingin menoleh saja, jantung ini..
“nama saya subhan, mar’a” sahut laki-laki itu
“mar’a sekarang sudah semester berapa?” Tanyanya..
“mar’a, hmm mar’a sekarang memasuki semester 5 pak” spontan lisan ini memanggil pak pada dokter itu, kukira dia teman bapakku, yang sudah mempunyai istri dan anak, makanya kupanggil pak.
“kok pak, saya kan masih muda, mar’a!” sanggahnya, dengan tersenyum sang dokter itu mulai bernada humoris, bapakku tiba-tiba meniggalkan kami berdua di ruang tamu. Apa yang harus ku lakukan, aku tak pernah mengenalnya sebelumnya, “mengenalnya? Melihat wajahnya saja baru sekali, tetapi mengapa batin ini sudah merasa akrab, mengapa dalam benak ini sudah merasa nyaman. haduuhhh” celotehku heran.
Sejam lamanya kami berbincang-binjang membicarakan pengalaman semasa kulianya dlu, ya, dia adalah seorang dokter hewan, lulusan dari Universitas yang ternama di kota Malang. Orangnya sangat baik, bahkan ketika berbicara tentang agama, sering kali dokter itu membuatku kagum, pemahamannya tentang agama sangat mendalam, padahal awalnya ku sudah berfikiran lalai, ku kira seseorang yang bersekolah umum, agamanya tak kan sedalam itu.
“mar’a, tolong panggilkan bapak, saya mau pamit dulu” ucapnya
“Ah, kenapa buru-buru pamit sih” batinku berontak
“enggih, tunggu sebentar ya” jawabku. Segera kaki ini melangkah ke dalam rumah untuk memanggil bapak
Kulihat dari sudut rumah, sang dokter itu berpamitan dengan bapakku, dia mencium tangan bapak dan sesekali merundukkan kepalanya menganguk-angguk berkata “enggih” sebagai rasa ta’dhimnya terhadap dawuhnya bapak.
Aku bangkit dari tempatku, dan mulai menghampiri bapak, dalam fikirku masih terdapat tanda tanya besar, siapa sebenarnya dia, mengapa hatiku ini terasa berbeda ya. Kuberanikan untuk bertanya pada bapak, “bapak” panggilku
“iya nak, ada apa” jawab beliau
Namun nyali ini menciut, ku hanya dapat memanggil bapakku, dan tak jadi meneruskan rasa penasaranku terhadap dokter itu.
Seperti biasa, liburan semesterku ini terisi dengan kegiatan-kegiatan rumah, membantu ibu menyuci, memasak, menyapu, dan mulai belajar bersama dengan anak-anak di sekitar rumahku.
“gret… gret… gret..” bunyi handponeku ketika terdapat sebuah pesan.
“assalamu’alaikum, bagaimana kabar hari ini mar’a” satu pesan telah kubaca, namun ku heran, siapa ini, siapa orang yang mengirimkan pesan ini
Linglung, hampir 5 menit aku terlarut dalam lamunan, teringat ketika sang lalu “huddan” mengirimkan pesan senada dengan pesan yang kubaca ini.
“ah, apa se, mengapa harus ingat orang jahat itu” batinku mengerutu
Kubalas pesan itu, “wa’alaikum salam, semoga Allah selalu melimpahkan kesehatan untukku, bagaimana dengan anda? Apakah anda baik-baik saja?” balasku
Membuatku penasaran saja, ternyata pesan itu tak ada balasan lagi.
Waktu kuliah pun telah tiba, sekarang ku memasuki semester 5, “Alhamdulillah atas kelancaran yang engkau berikan ya Allah” ucapku dalam syukur.
Seperti biasa ku harus kembali ke asrama, dengan hiruk pikuk peraturan yang sudah ditetapkan, “ah, rasanya sedikit malas kembali,” gerutuku.
“semangat, semangat semangat mar’a” ku mulai memotivasi diriku sendiri.
Ting-tung, tak terasa sudah sebulan ku menetap di kota tempatku mengapai cita-cita, menuntut ilmu agar menjadi manusia yang mengerti, agar menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang baik.
Tiba-tiba hp-ku berdering, sesegera kuraih hp yang berada di sampingku,
“Assalamu’alaikum”
Yang kejauhan menjawab “Wa’alaikum salam”
“bapak?” terasa kaget ketika kudengar suara bapak yang menelponku,
“ada apa bapak?”
“jika ada waktu sempatkan untuk pulang minggu ini ya nak”
“iya, bapak, jika ada waktu luang saya akan menyempatkan waktu untuk pulang”
“ya sudah, sana belajar nak, jangan lupa kabari bapak ya, kalau jadi pulang, kalau bisa usahakan untuk pulang, assalamu”alaikum ” “wa’alaikumsalam” salam terakhir sebagai penutup teleponku.
Kusempatkan untuk mengunjungi kampung halamanku, setelah sekian lama, ya hampir dua bulan aku berada di asrama, kini ku telah berada lagi di kampung halamanku sekedar menunaikan perintah bapak, dan untuk mengobati rasa rindu ini pada ibu.
Lisanku hanya dapat terdiam bisu, badanku seketika melemas, semua terasa ringan, mata ini seolah-olah enggan memancar lagi, kuingin pingsan rasanya, namun di sisi lain terasa damai dalam hati ini, bapak telah mengutarakan apa yang menjadi hajatnya, tak kusangka, beliau telah menjodohkanku dengan lelaki yang sempat kutemui beberapa bulan yang lalu, sang dokter itu.
Bapak telah berusaha memilihkan seorang laki-laki untuk dunia dan akhiratku kelak. Laki-laki itu, kata beliau adalah dokter yang sempat kutemui, dokter yang bertugas di desaku saat ini. Tujuan bapak memilihkanku dengan laki-laki itu entah apa, namun yang ku tahu, orangtua akan berusaha memberikan yang terbaik untuk putrinya ini.
“nak, semoga kau bisa menerima mas subhan ya, karna dia adalah calon suamimu nak,” ucap bapak,
Kata beliau pada malam 29 Romadhon yang telah lalu, ternyata aku telah dilamarnya, namun semua itu tanpa sepengetahuanku, ternyata keluargaku dan keluarga dokter itu sudah merancangnya sedemikian rupa. Waktu pernikahan pun juga sudah ditetapkan. Bapak tak pernah meminta saran ataupun berbicara terlebih dahulu kepadaku, bahwa malam 29 romadhon itu beliau telah resmi menyerahkanku pada dokter itu, telah ada ikatan antara aku dan dia.
Malam 29 di akhir bulan Ramadhan, terdapat selipan luka, namun ada sebuah kebahagiaan abadi yang Engkau anugerahkan kepada hambamu ini Ya Allah, tak dapat kupungkiri indahnya rencanamu terhadap hambamu ini.
Malam 29 di akhir bulan Ramadhan akan menjadi saksi kebahagiaanku datang, kebahagiaan yang abadi, kaulah sebaik-baik teman di dunia dan kaulah yang menginginkanku berada di sampingmu di surgaNYa kelak.
Malam 29 di akhir bulan Ramadhan akan menjadi saksi cinta suci ku terhadap calon suamiku, yang akan segera dihalalkan dalam perjanjian suci sebuah pernikahan
Malam 29 di akhir bulan Ramadhan adalah awal keindahan yang menjadikan berjuta-juta kekuatan yang selalu berada dalam hidupku.
Kata beliau, pernikahanku akan segera dilaksanakan dalam minggu ini, tepatnya bulan Dhulhijjah yang penuh berkah, perjanjian suci ini akan dilaksanakan tepat pada tanggal 9 dhulhijjah tepat alunan takbir dikumandangkan.
Secepat waktu berputar, pagi ini, tepat 9 dhulhijjah, wajah ini seperti tak pernah ku kenal sebelumnya, terdapat lukisan indah, polesan bedak dan semacamnya untuk memperindah wajah ini, gaun putih yang menempel di badanku sekan-akan melngkapi keindahan potret diriku, “subhanalloh mar’a, kau cantik sekali” ucap temanku, aku hanya tersenyum simpul, malu rasanya namun dalam hati ini senang. Dalam hayalku hanya ada kebahagiaan abadi yang akan segera kuraih, beberapa detik lagi ku akan menyandang predikat istri dokter itu, kebahagiaan yang luar biasa di balik malam 29 di akhir bulan Romadhon, kekasih jahatku telah pergi berganti menjadi cinta abadi yang akan menjadi keksih halalku, imam bagi anak-anakku kelak.
Terdapat sosok wajah yang bersahaja di belahan sana, ternyata dia adalah subhan munif, sang dokter yang berhati suci, yang akan menjadi suamiku.
Akad pernikahan pun telah dimulai, ku hanya bisa mendengar suara janji suci yang dia ucapkan oleh sang dokter itu, “suamiku, dialah suamiku” bahagiaku dalam hati
Seperti adat yang ada, setelah akad nikah terlaksanan dan terselesaikan sang pengantin putri pun baru dipertemukan dengan pengantin laki-laki, bahagianya batin ini tiada terkira, ku mulai mencium tangan beliau, air mata kabahagiaan ini tak henti-hentinya menetes. “inilah suamiku, seseorang yang hanya kukenal dalam beberapa jam, namun sudah menumbuhkan kenyamanan, ketenangan dan cinta.” Rintihku dalam hati.
Kupandangi wajah putih di depanku, suamiku tersenyum kepadaku, dan dia mulai mencium keningku, seraya membisikkan kepada ku “aku mencintaimu istriku”.
Tak terdapat acara yang seperti biasanya, pernikahan ini berlangsung antara keluargaku dan kelurga suamiku dan sebagian teman-teman dekatku.
Tersenyum simpul, semua manusia yang ada dalam acara itu ada yang menangis terharu, entah apa yang mereka fikirkan, kisahku ini adalah kisah terindah yang tak kan pernah terlupakan. Kehalalan ini semoga menjadikan keberkahan hidupku dan suamiku dan menjadikan anak-anakku kelak menjadi waladun sholihun yad’ulah aamiin
Semua lisan terucap “Barokallohu laka wa baraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fi khair” aamiin
“Mudah-mudahan Allah memberkahimu, baik ketika senang maupun susah dan selalu mengumpulkan kamu berdua pada kebaikan” aamiin
Cerpen Karangan: Mar’atus Sholihah
Blog: maratussholihah14.blogspot.co.id
Cerita Malam 29 Di Akhir Bulan Ramadhan merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

sumber: http://cerpenmu.com/cerpen-cinta-islami/malam-29-di-akhir-bulan-ramadhan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar